TOMOHON, SULUTPOSTONLINE.id – Sepertinya politik Identitas mulai dipraktekkan oleh segelintir pendukung Bakal Pasangan Calon Kepala Daerah (Bacakada) tertentu di Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara.
“Hari Sabtu kemarin waktu makan di kios, dibelakang kita ada 5 orang barcerita soal strategi untuk jaga gengsi segolongan di Pilwako. Jangan sampe torang pe golongan yang banyak kong mokalah,” ungkap JS mengutip kalimat yang didengarnya, kemarin.
Hal sama dikemukakan oleh Joice M, salah satu Warga Woloan pada Wartawan.
“Golongan Agama dari calon so banyak di angkat-angkat untuk mempengaruhi orang lain. Itu ndak bagus sekali,” katanya dengan wajah kecewa.
Wartawan juga sudah beberapa kali mendengar langsung dari oknum-oknum tak spotif seperti itu.
“Ya, kalau dorang jadi, pasti dorang moprioritaskan dorang pe golongan,” ungkap DB, yang ternyata sebagai pemuka golongan agama tertentu.
Sebelumnya, pemerhati Politik Drs. Johnly Manopo sudah mengingatkan kemungkinan hadirnya Politik Identitas di Sulut, termasuk Tomohon.
“Pilkada 2024 tensinya lebih tinggi dibanding 2020. Termasuk pemicunya pada latar belakang, asal suku dan golongan agama para Calon. Politik identitas yang menghantam Ahok di Jakarta waktu lalu bisa dipraktekkan kubu yang nantinya terjepit,” kata Manopo.
Kendati demikian, beberapa tokoh masyarakat justru balik mewarning pihak yang coba untuk melancarkan politik Identitas tersebut.
“Politik identitas, sekarang sulit diterima disini. Karena kita orang Minahasa punya budaya berpolitik yang cerdas. Kubu yang coba praktekkan Politik Identitas disini, pasti akan di cibir tidak sportiv. Dan mereka akan dijauhi oleh massa yang sudah cerdas,” ungkap Albert Mentang.
Diketahui, Politik Identitas menurut Cressida Heyes dalam buku Stanford Encyclopedia of Philosophy (2007) adalah suatu bentuk aktivitas politik yang dikaji secara teoritik berdasar pada persamaan. Bahwa politik identitas adalah kegiatan politik yang berdasar identitas individu baik dari Etnis, Ras, Suku dan Agama.
Dampak politik identitas cukup serius, karena bisa menyerang golongan tertentu, dan bisa menimbulkan diskriminasi bahkan radikalisasi. (WongJoppy)