TOMOHON, SULUT POST – Pro dan kontra dugaan keterlibatan oknum Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Provinsi Sulawesi Utara Dr. Hein Arina (HA) dalam kasus pengrusakan pintu utama Rumah Sakit Bethesda (RSB) Tomohon pada hari Jumat tanggal 14 Januari 2022 lalu sudah berakhir.
Publik umum sudah dapat jawaban pasti melalui rekaman vidio berisi pernyataan HA, yang beredar luas di Media Sosial (Medsos) tanggal 20 Januari 2022.
Pada vidio yang disebar lewat akun facebook RS, HA membenarkan, kalau dirinya aktor dibalik tragedi yang jadi treding topic di Sulut pada awal tahun ini.
“Sebelum pengambilan, saya sudah bilang pada Yayasan. Saya minta Sekretaris sampaikan langsung ke-Rumah Sakit (SK pemberhentian Dr. dr. Ramon Amiman selaku Direktur RSB),” ungkap Arina, menyebut awal mula aksi bongkar paksa pintu yang disebut tragedi Martelu tersebut.
“Kedua, mereka meminta ketua Sinode untuk bertemu. Saya minta 5 orang tapi mereka datang 100 orang, dan saya terima. Ketiga, saya minta dan saya suruh juga semua yayasan datang ke rumah sakit. Tidak mau dengar juga, mereka melawan,” ujar mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) tersebut.
Begitupun pada upaya keempat ketika Yayasan disuruh ke rumah Direktur RSB Dr. dr. Ramon Amiman di Malalayang Manado, rombongan tetap ditolak. Langkah kelima, tegas HA, dirinya memimpin sendiri rombongan menuju RSB yang pintunya ternyata digembok.
“Mengapa saya buka ? torang ini tuan rumah. Pemilik rumah. Tapi tidak ada pintu yang dibuka. Maka pintu harus dibu..ka. Cara bukanya bagaimana ?, itu lain dia pe masalah. Masalah pintu harus dibuka karena apa, karena tuan rumah atau pemilik datang untuk mengatur Rumah Sakit ini supaya jadi bagus,” katanya dengan gaya dan ekspresi santai.
Disituasi demikian, HA mengatakan, wajar untuk lakukan langkah darurat.
“Saya tanya, kalau saudara pulang rumah sendiri tapi kunci hilang atau jatuh di kuala..ini sederhana saja…. Sudara mau apa… Poleo no. Jadi masalah sudah dijawab to. Poleo apa ? dibuka…,”sambungnya sambil tertawa.
Pengakuan terbuka ini memicu datangnya gelombang kritik dari berbagai penjuru.
“Ketua Sinode GMIM adalah guru dari semua pendeta yang mengajarkan Kasih, kelemah lembutan, kesabaran dan pengampunan kepada jemaat. Menyedihkan saat ini, dia justru mengajarkan dan memamerkan cara kekerasan hanya karena pintu ditutup. Jangankan jadi Ketua Sinode, jadi Pendeta biasa dia tak layak,” ungkap Sonny Th, salah satu Pelayan Khusus (Pelsus) GMIM di Wilayah Tomohon III.
Tak sedikit warga GMIM yang merasa malu dan sedih melihat prilaku HA. Satu diantaranya adalah Chintia Moningka.
“Hati saya menangis usai mengikuti vidio klarifikasinya. Kenapa penguasa pilihan para ketua jemaat GMIM tidak punya rasa malu. Harusnya, meskipun merasa benar, dia harus minta maaf. Tapi lihatlah, tak ada bahasa merendahkan apalagi maaf darinya,” ujar Moningka.
Diketahui, Yayasan Medika GMIM selaku pengelolah RSB Tomohon mendapat perlawanan hebat dari hampir 500 pegawai yang geram karena 3 Direksi tiba-tiba diberhentikan oleh pihak Yayasan atas perintah Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) dibawah pimpinan Hein Arina alias HA. Dan “tragedi martelu” dengan tokoh utama Arina dan Amiman ini terjadi, ketika HA yang bersama Yayasan datang di RSB, tapi mendapati pintu utama digembok. (Joppy Wkr)