Ahli Waris: Memasuki 10 Bulan Penyelidikan Masalah BSG Belum Di Gelar Perkara, Ada Apa?

Bolmong Raya Headline Mancanegara

BOLMONG,SULUTPOST-Ahli Waris dari nasabah Bank SulutGo (BSG) Cabang Kotamobagu, An: Olil Paramata (Alm), yakni, Poppy Paramata, mempertanyakan ada apa penyidik perbankan Polda Sulawesi Utara belum menggelar perkara atas masalah BSG yang dilaporkan sejak 23 November 2022 lalu.

Menurutnya, terkesan masalah yang dilaporkannya tersebut kuat dugaan sengaja di ulur panjang , sisi lain secara aturan masa waktu penyelidikan itu memiliki tengang waktu juga alias batas waktu, yaitu terbagi beberapa kualifikasi, perkara Ringan 30 hari, sedang 60 hari, perkara sulit 90 hari dan perkara sangat sulit 120 hari.

Ahli waris Poppy Paramata (Pelapor) mempertanyakan kapan proses penyelidikan tuntas, dan masalah hilangnya 6 SHM nasabah BSG, bisa digelar perkara.

“Saya heran apa tujuan penyidik Perbankan Polda Sulut belum melakukan gelar perkara terkait masalah yang sudah di laporkan sejak 2022 lalu, padahal kalau dihitung rensa waktu penyelidikan sudah memasuki 10 bulan, terhitung 23 November 2022, sampai dengan Bulan Agustus 2023 saat ini belum tuntas juga,” ujar ahli waris Poppy Paramata.

Masih ahli waris menjelaskan, semua bukti dan keterangan sudah di sampaikan ke pihak penyidik perbankan, agar kemudian masalah ini bisa cepat berproses dan tuntas berdasarkan ketentuan perundang-undangan hukum yang berlaku.

Foto: Ketua Ormas LAKI Bolmong Indra Mamonto mendampingi Ahli Waris Poppy Paramata (Pelapor), saat berkunjung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama awak media.

“Sudah dua kali saya di mintai keterangan oleh penyidik. yaitu, pada saat saya melaporkan masalah ini tahun 2022, dan kemudian di undang kembali untuk dimintai keterangan tambahan pada Jumat 28 Juli 2023, kemarin” jelas Ahli Waris Poppy Paramata, kepada awak media Kamis 3 Agustus 2023.

Seraya menambahkan, sebelum masalah ini dilaporkan ke Polda Sulut. dirinya sudah perna beberapa kali bolak balik ke kantor Bank SulutGo Kotamobagu bermohon dan meminta berkas kredit orang tuanya, sekaligus beberapa SHM yang dijadikan jaminan agar di kembalikan karena sudah LUNAS, tapi pihak bank menyampaikan bahwa berkas dan jaminan SHM tersebut hilang.

Senada juga dikatakan oleh Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Bolaang Mongondow, Indra Mamonto, harusnya persoalan yang dilaporkan oleh ahli waris tersebut sudah bisa naik tahap penyidikan dan di gelar perkara dalam menentukan siapa saja yang terseret pada pusaran hilangnya beberapa jaminan yang diagunkan di Bank SulutGo Kotamobagu, yang dahulu di kenal dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulut.

Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Bolaang Mongondow, Indra Mamonto, Diminta penyidik dapat menuntaskan laporan yang dilayangkan oleh ahli waris nasabah Olil Paramata (Alm) sehingga bisa secepatnya di gelar perkara.

“Bukti apa lagi yang kemudian belum cukup hingga proses gelar perkara masih belum di laksanakan, sementara baik keterangan maupun bukti dokumen telah di serahkan oleh ahli waris (pelapor) kepada pihak penyidik, dalam pemenuhan prayarat ketentuan di dalam penetapan tersangka (TSK),” kata Indra Mamonto.

Lanjutnya, Jika merunut dari proses masalah hilangnya beberapa Jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) nasabah Olil Paramata yang diagunkan (Jaminan) pada tahun 1989 di Bank SulutGo (BSG) Kotamobagu, hemat kami dasar pembuktiannya sudah lebih dari cukup. apa lagi baik bukti pelunasan kreditnya jelas, begitupun sudah ada pengakuan pihak BSG bahwa beberapa SHM yang diagunkan oleh nasabah Olil Paramata tercecer dan belakangan pihak bank juga mengakui telah hilang.

“Bank saja sudah mengakui bahwa beberapa SHM tersebut hilang, maka diminta penyidik perbankan Polda Sulut menseriusi kasus ini, dan bisa secepatnya dilakukan gelar perkara, sehingga tidak menimbulkan stigma buruk atas kinerja Polri yang selama ini cukup mendapat kepercayaan dari masyarakat maupun tidak melahirkan pertanyaan alasan apa dan kendala apa lagi menyebabkan rensa 10 bulan penyelidikan dan kemudian gelar perkara belum juga dilakukan,”tandasnya.

Tambahnya pula bahwa, berdasarkan ketentuan KUHP ada aturan mengenai masa kadaluarsa kasus pidana atau batas waktu tertentu agar bisa ditindaklanjuti. Aturan tersebut ada pada Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2009 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana yang ada di Lingkungan POLRI.

Dalam peraturan tersebut ujar Mamonto, mengatur batas waktu penyelesaian dan pemeriksaan perkara atau masa kadaluarsa kasus pidana.

Dimana kata Mamonto, penyelidikan atau penyelesaian perkara yang dilakukan oleh penyidik juga memiliki batas waktu tertentu, karena menurut Pasal 31, bahwa Batas waktu penyidikan tindak pidana akan didasarkan atas tingkat kesulitan perkaranya, Yaitu:

– Penyidikan perkara mudah 30 hari.
– Penyidikan perkara sedang 60 hari
– Penyidikan perkara sulit 90 hari
– Penyidikan perkara sangat sulit 120 hari

Tidak hanya itu saja, dalam ketentuan proses gelar perkara, Menurut Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 14/2012”) gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan. Adapun tahap kegiatan penyidikan dilaksanakan meliputi 9 (sembilan) Point yaitu:

1. penyelidikan
2. pengiriman SPDP
3. upaya paksa
4. pemeriksaan
5. gelar perkara
6. penyelesaian berkas perkara
7. penyerahan berkas perkara ke penuntut umum.

8. penyerahan tersangka dan barang bukti.

9. penghentian Penyidikan.

Begitupun, Sebelum dilakukan Penahanan maka dapat dilakukan mekanisme gelar perkara. yakni, Gelar perkara dilaksanakan dengan cara gelar perkara biasa, dan gelar perkara khusus.

Gelar perkara biasa dilaksanakan dengan tahap, awal proses penyidikan, pertengahan proses penyidikan, dan akhir proses penyidikan.

Adapun tujuan dilakukannya gelar perkara oleh penyidik di tingkat kepolisian adalah untuk memantapkan penetapan unsur-unsur pasal yang dituduhkan dan untuk mencapai efisiensi dan penuntasan dalam penanganan perkara.

dan adapun harus dilakukan gelar perkara atas indikasi tindak pidana atas diri seseorang juga diharapkan untuk meminimalisir dilakukannya praperadilan kepada penyidik, dalam hal ini Kepolisian.ungkap Ketua Ormas LAKI Bolaang Mongondow Indra Mamonto.

Data yang berhasil dirangkum awak media, Bilamana nasabah (Debitur) Olil Paramata (Alm), mengajukan plafon pinjaman kredit berbentuk rekening koran (RK) di Bank SulutGo (BSG) Cabang Kotamobagu, yang dahulu di kenal dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulut pada tahun 1989, sebesar Rp 24 juta rupiah (Dua Puluh Empat Juta Rupiah).

Pada pinjaman tersebut, nasabah (Debitur) Olil paramata meng-agunkan jaminan sebanyak 7 (Tujuh) buah surat berharga, berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).

Di tahun 1994. nasabah Olil Paramata telah menyelesaikan kewajibannya dengan melunasi pinjaman kreditnya itu. hal ini berdasarkan keterangan yang dibeberkan oleh ahli waris dalam laporan polisi yang dilayangkan di Kepolisian Polda Sulawesi Utara pada 23 November 2022 lalu.

Tapi anehnya, usai nasabah menyelesaikan kewajiban kreditnya tersebut, harusnya dari ke 7 jaminan yang di agunkan itu wajib di kembalikan lagi kepada nasabah, tapi menariknya, dari total jumlah 7 (Tujuh) jaminan yang diagunkan, pihak bank baru mengembalikan 1 (Satu) jaminan. yaitu, SHM No.141. an:Olil Paramata, Kelurahan Mogolaing.

Sementara untuk sisa 6 ( Enam ) jaminan lainnya, berdasarkan keterangan ahli waris, bilamana pihak bank mengatakan sisa SHM yang lainnya masih akan dicari dikarenakan tercecer. tapi, belakangan pada tahun 2022, pihak bank mengakui dan mengatakan kembali bahwa beberapa sisa SHM yang dijaminkan Nasabah tersebut telah ‘HILANG’ dan mereka ( Bank-red) akan bertanggungjawab.

Hilangnya beberapa SHM milik nasabah BSG ini, dibuktikan dengan adanya dua surat keterangan tanda lapor kehilangan yang dibuat oleh BSG dan dikeluarkan oleh Polres Kotamobagu, di tahun 2022 lalu. yaitu, surat tanda lapor kehilangan tertanggal 15 agustus 2022 dan Surat Tanda Lapor Kehilangan Tertanggal 20 September 2022.

Bukti Nomor Perjanjian Kredit (PK) 140.03.00002 tanggal perjanjian kredit 23 Oktober 1989.

Makin menarik lagi, dalam Surat bukti Pelunasan pinjaman kredit nasabah Olil Paramata (Alm) yang di keluarkan oleh Bank SulutGo (BSG) Cabang Kotamobagu, tertanggal 30 April 2014, terdapat dua nomor Perjanjian Kredit (PK) yang berbeda. Yakni, Nomor Perjanjian Kredit: 140.03.00002. dan Nomor Perjanjian Kredit : 140.03.0003.

Sisi lain berdasarkan data kredit nasabah sebenarnya dan tanggal perjanjian kredit (PK) Tertanggal 23 Oktober 1989, menyebutkan bahwa Nomor Perjanjian Kredit Nasabah Olil Paramata adalah: 140.03.00002. dan bukan 140.03.0003. tapi dalam surat pelunasan kredit yang di keluarkan oleh BSG tertanggal 30 April 2014, tercantum Nomor Perjanjian Kredit (PK) : 140.03.0003?????

Pertanyaan lagi, siapa yang melanjutkan atau melakukan pinjaman kredit kembali dengan menggunakan nama nasabah Olil Paramata. padahal nasabah Olil Paramata berdasarkan akta kematian sudah meninggal sejak tahun 2010 dan sudah tidak lagi melakukan pinjaman kredit usai menyelesaikan kewajibanya kreditnya pada tahun 1994.

Kabar yang di dapat kembali awak media, bahwa pelunasan kredit pada tahun 2014 yang dikeluarkan BSG tersebut, masih menggunakan atas nama nasabah Olil Paramata, tapi yang melunasi bukan lagi nasabah Olil Paramata, melainkan yang melunasi sudah orang lain yang tidak memiliki hubungan perikatan darah apapun dengan nasabah.

Sebelumnya juga, awak media sudah perna mengkonfirmasi Branch Manager BSG Kotamobagu Ibu Hj. Junikesumawati Paputungan, dijawab olehnya bahwa BSG akan bertanggungjawab atas hilangnya beberapa SHM tersebut.

Pun begitu, tindaklanjut PT. Bank SulutGo Cabang Kotamobagu yang ditandatangani oleh Branch Manager BSG. yaitu, Ibu Junikesumawati Paputungan, terhadap pengaduan nasabah ke OJK. pada point 3, BSG membenarkan bahwa nasabah Olil Paramata (Alm) memiliki pinjaman di PT.Bank SulutGo Cabang Kotamobagu yang dahulu disebut Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulut dengan jenis kredit rekening koran.

Selanjutnya, pada point 4, PT.Bank SulutGo Cabang Kotamobagu memberikan penjelasan, bahwa Almarhum Olil Paramata sejak kredit jatuh tempo pada tanggal 10 april 1991, sampai debitur meninggal dunia tahun 2010, atau semasa hidupnya tidak perna menyelesaikan seluruh kewajiban pinjamannya dan hal itu dibuktikan dengan tidak ada penyetoran penyelesaian pinjaman sampai pada tanggal 29 April 2014.

Kemudian pada point 14, dalam penjelasan BSG mengatakan bahwa adanya perbedaan nomor perjanjian kredit (PK) karena adenddum sehingga dalam berkas kredit tercantum PK: 140.03.00002, Namun nomor perjanjian kredit (PK) dalam aplikasi/System adalah 140.03.0003 dan pada saat pembuatan surat keterangan lunas petugas hanya melihat No PK yang ada dalam system.

(Lucky Lasabuda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *