Diminta Penyidik Polda Sulut Terbuka Atas Penyelidikan Masalah BSG Kotamobagu

Bolmong Raya Headline

KOTAMOBAGU,SULUTPOST- Lambatnya penanganan atas masalah hilangnya 6 (enam) jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diagunkan oleh nasabah (debitur) Olil Paramata (Alm) tahun 1989 di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulut, yang kini di kenal dengan Bank SulutGo (BSG), tuai sorotan dari Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Bolaang Mongondow.

Pasalnya, Dugaan kasus ‘penggelapan jaminan’ ini, dilaporkan oleh ahli waris Poppy Paramata (Pelapor) sudah sejak tanggal 23 November 2022 lalu. tapi anehnya, sampai saat ini belum juga dilakukan gelar perkara. ada apa?

Demikian hal tersebut dikatakan oleh Indra Mamonto pada awak media, Rabu 23 Agustus 2023.

“Saya heran juga, sampai saat ini tidak diketahui apa kendalanya hinggga masalah itu molor dan belum digelar? padahal semua bukti dan keterangan sudah di serahkan,”kata Indra Mamonto.

Foto: Ahli Waris Poppy Paramata (Pelapor), berharap Bapak Kapolda Sulut Irjen Pol Drs. Setyo Budiyanto S.H.M.H, bisa melihat persoalan ini dan bisa menuntaskan masalah yang dilaporkan.

Dikatakannya, Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan setiap perkembangan kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta.

” Harusnya penyidik terbuka dan tidak perlu kaku merespon segala pertanyaan dari pelapor maupun kami selaku Ormas LAKI yang diberikan kuasa oleh ahli waris. terlebih berkaitan menanyakan perkembangan maupun kendala yang dihadapi penyidik dalam proses penyelidikan/penyidikan yang berjalan,” ujarnya.

Foto: Poppy Paramata (Pelapor) minta masalah yang dilaporkannya dapat segera di gelar perkara, dikarenakan sudah 10 bulan tak kunjung jelas.

Bahkan kata Indra Mamonto, keterbukaan informasi atas masalah/kendala yang dihadapi dalam penyidikan perlu disampaikan kepada pelapor, baik itu rencana tindakan selanjutnya, dan
himbauan atau penegasan kepada pelapor tentang hak serta kewajibannya demi kelancaran dan keberhasilan penyidikan.

“Dengan adanya transparansi penanganan perkara, masyarakat dapat menilai kinerja Kepolisian dalam menangani berbagai perkara tindak pidana yang dilaporkan sudah sejauh mana, seperti, Perkembangan hasil penelitian Laporan, Perkembangan hasil penyelidikan belum dapat ditindaklanjuti ke penyidikan, Perkembangan hasil penyelidikan akan dilakukan penyidikan, Perkembangan hasil penyidikan terakhir, atau kalau tidak cukup bukti, wajib keluarkan A5, berupa SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyelidikan),” ucapnya.

Begitupun ucap Indra Mamonto, masalah berkaitan dengan interval waktu menyampaikan hasil penyelidikan di atur dalam peraturan kepala kepolisian negara No 12 tersebut. yaitu sebagai berikut:

– Kasus ringan, SP2HP diberikan pada hari ke-10, hari ke-20 dan hari ke-30

– Kasus sedang, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45 dan hari ke-60

– Kasus sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-15, hari ke-30, hari ke-45, hari ke-60, hari ke-75 dan hari ke 90

– Kasus sangat sulit, SP2HP diberikan pada hari ke-20, hari ke-40, hari ke-60, hari ke-80, hari ke-100 dan hari ke-120.

Lanjut Indra Mamonto, jika merujuk pada Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan.

“Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu,” tandas Ketua Ormas LAKI Bolmong Indra Mamonto.

Terpisah Kasubdit Perbankan Ditreskrimsus Polda Sulut AKBP Heru H Hantoro ketika di konfirmasi, menjawab bahwa masih berproses penyelidikannya.

“Masin on proses penyelidikannya.” jawab Kasubdit Perbankan Polda Sulut.

Disinggung sudah berapa jumlah orang yang dipanggil dan dimintai keterangan serta kapan masalah yang dilaporkan itu digelar perkara.

Sayangnya pertanyaan tersebut belum dijawab oleh Kasubdit Perbankan Polda Sulut.

Perlu diketahui, sampai saat ini penyelidikan atas masalah hilangnya 6 jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) dari nasabah ( debitur ) Olil Paramata (Alm) tak kunjung jelas kapan digelar perkara oleh penyidik Ditreskrimsus Perbankan Polda Sulut.

Adapun kronologi masalah, dimana pada tahun 1989, nasabah Olil Paramata mengajukan pinjaman di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulut Kotamobagu, yang saat ini telah berganti nama menjadi Bank SulutGo Kotamobagu.

Proses kredit tersebut berbentuk Kredit Rekening Koran (KRK), dengan nilai plafon pinjaman sebesar Rp 24 juta rupiah, dan diagunkan 7 (Tujuh) Sertifkat Hak Milik ( SHM ) sebagai jaminan saat itu.

Nah,,Pada tahun 1994, Nasabah Olil Paramata telah menyelesaikan kewajiban kreditnya tersebut, dengan melunasi seluruh hutang pinjamannya itu. tapi anehnya, pada saat nasabah Olil Paramata meminta 7 jaminan yang diagunkan itu agar di kembalikan, pihak bank hanya menyerahkan/mengembalikan 1 jaminan Sertifikat saja. yaitu, SHM No.141 Kelurahan Mogolaing.

Sementara sisa 6 (enam) jaminan lainnya, kata pihak bank saat itu kepada nasabah dan ahli waris Poppy Paramata, bahwa masih akan dicari akibat tercecer. Namun Belakangan pihak bank menyampaikan bahwa sisa jaminan yang diagunkan itu telah hilang dan BSG akan bertanggungjawab dengan mengganti sertifikat yang hilang tersebut, dengan sertifikat yang baru kepada nasabah maupun ahli waris Poppy Paramata.

Bukti Hilangnya sisa jaminan sertifikat ini pun, dikuatkan dengan dua surat tanda lapor kehilangan yang dibuat oleh Branch Manager BSG Cabang Kotamobagu pada tahun 2022.

Tapi menariknya, setelah BSG terang benderang mengatakan bahwa sisa jaminan lainnya hilang dan dikuatkan dengan dua surat tanda lapor kehilangan, tapi lucunya, aset yang tercantum dalam jaminan sertifikat itu sudah dikuasai oleh orang lain.

Belum pula, Nasabah Olil Paramata hanya mengajukan pinjaman kredit pada tahun 1989, dan pada tahun 1994 kredit tersebut sudah dilunasi. namun, di tahun 1996, muncul lagi lanjutan (Adenddum) kredit yang berjalan hingga tahun 2014. sisi lain, Nasabah Olil Paramata sudah meninggal dunia sejak tahun 2010 dan dikuatkan dengan akte kematian.

Pertanyaan, Kalau benar sisa jaminan itu tercecer dan berakhir hilang. tapi kenapa, aset (Lahan) yang tercantum dalam beberapa sertifikat tersebut sudah dikuasai oleh orang lain? lantas siapa yang menjualnya, bukannya beberapa SHM itu belum di kembalikan oleh bank kepada nasabah maupun ahli waris???

Dan kalaupun benar bahwa lanjutan kredit di tahun 1996 yang di adenddum itu masih atas nama nasabah Olil Paramata hingga tahun 2014 itu, kok bisa orang lain yang tidak ada pertalian hubungan apapun dengan nasabah yang melunasinya?

Sementara nasabah Olil Paramata sudah meninggal sejak tahun 2010. apakah ada aturan membenarkan dimana nasabah yang sudah meninggal dunia lantas kreditnya masih terus berjalan hingga tahun 2014.

(Lucky Lasabuda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *