Manado – Akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), DR. Michael Barama, SH, MH, “menantang” kalangan advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) agar berani membuat pakta integritas sebagai upaya mengembalikan praktik hukum sesuai aturan dan berperikemanusiaan.
Dalam menjalankan profesinya, kata ahli hukum pidana ini, banyak kali ditemui ada oknum advokat yang “bermain dua kaki” sehingga melahirkan preseden buruk bagi penegakkan hukum itu sendiri.
“Jangan bermufakat hanya untuk memenangkan suatu perkara dengan sogok yang pada akhirnya membuat hukum itu jadi morat-marit,” ujar DR. Michael Barama, SH, MH.
Saat membawakan materi bertajuk Hukum Acara dan Praktik Peradilan Pidana pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dilaksanakan DPC Peradi Manado bekerjasama dengan Fakultas Hukum (FH) Unsrat, Barama banyak mengungkap praktik-praktik hukum oleh para pelaku hukum yang justru membuat hukum itu jadi menyimpang.
Misalnya saja, papar Barama, dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor) ada tendensi bahwa hakim cenderung fokus pada menghukum, tanpa melihat pembuktian yang obyektif. Padahal, criminal justice hqrus dilakukan secara obyektif dan menyeluruh.
Selain itu, dia juga memaparkan bagaimana pelanggaran soal penyitaan yang justru dikangkangi sendiri oleh penegak hukum sendiri. “Undang undang menyatakan, penyitaan hanya bisa dilakukan bila seizin pengadilan. Untuk kondisi tertentu, bisa saja tanpa izin, tapi sesudahnya diwajibkan segera,” ungkapnya.
Namun, kata Barama lagi, pada praktiknya, kata “segera” yang seharusnya dilakukan secepatnya, bisa menjadi dua tahun bahkan lebih. “Ini salah satu penyakit hukum di Indonesia,” tukasnya.
PKPA Gelombang Pertama 2023 yang dilaksanakan DPC Peradi di era kepemimpinan Stevie Da Costa, SH, MH sebagai ketua ini, pada hari kedua diikuti 49 peserta. Turut hadir Sekretaris DPC Peradi Manado, Wens A. Boyangan, SH, MH dan Bendahara Steven S. Gugu, SH, MH.(dki)