Manado – Sinyalemen telah terjadi migrasi diam-diam sejumlah pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ke klinik tertentu di wilayah Manado, yang dipertanyakan warga dan kemudian dibawa ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Manado, ternyata belum menjawab keluhan masyarakat.
Harapan bahwa BPJS Manado akan terbuka saat RDP itu digelar Komisi 4, Senin (16/10/2023) antara kedua lembaga serta pihak Kimia Farma, selama hampir dua jam, tak menguak persoalan yang sudah dikeluhkan banyak masyarakat Manado itu.
Forum RDP yang diharapkan akan membuka tabir migrasi ini, tak menjawab keluhan masyarakat. Transparansi BPJS Manado tak ‘terdengar’ di ruang rapat yang oleh petugas keamanan Dekot disebut digelar terbatas itu.
Menurut sebuah sumber, saat RDP itupun, ternyata masih terjadi ‘perpindahan’ pasien ke klinik tertentu tanpa sepengetahuan pasien.
Informasi yang diterima, ada pasien telah dipindahkan ke klinik lainnya. Hal itu diketahui saat pasien tersebut mendaftar untuk pemeriksaan kembali dalam program Prolanis, ternyata sudah tidak terdaftar di klinik tersebut, dan telah pindah ke Kimia Farma.
Salah satunya pasien bernama Zonny Sela, warga Malalayang 1, yang justru harus pindah lokasi pemeriksaan ke Kimia Farma Singkil. Padahal selama ini dia hanya di klinik berlokasi di Minanga, Malalayang.
” Dokter awal yang lebih tahu riwayat penyakit pasien tertentu namun begitu dialihkan ke klinik lain maka perlu mencari tahu riwayat penyakit pasien teralihkan tersebut,” kata Terry Umboh, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan.
Selain itu, kata dia, faktor jarak juga berpengaruh. Jika rata-rata pasiennya sudah lansia, dan ke klinik baru terlalu jauh, hal ini sudah sangat menyulitkan pasien dan ini tidak manusiawi. “Ongkos juga bertambah, misalnya dari Malalayang ke Singkil,” lanjut dia.
Tapi, ada hal yang janggal usai RDP kemarin. Personil Komisi 4, Sonny Lela menyebut bahwa BPJS punya sistem tersendiri, tak serta merta dilakukan sendiri di BPJS Manado.
” Ini by sistem tentunya ada aturan sendiri meski pasien tidak tahu sudah dialihkan ” kata dia. Lela pun seakan tahu bahwa kalau yang punya aplikasi JKN Mobile, itu bisa saja pindah atas kemauan sendiri.
“Tapi kasus yang terjadi ini dipindahkan bukan memindahkan diri,” kata Paul Parera, warga pengguna BPJS lainnya.
Sementara Yunus Bugis, dari Kimia Farma menyebut bahwa BPJS lah yang harus menjelaskan detail soal ini. ” Belum ada yang bisa kami sampaikan,” ujarnya.
Main Mata
Dikutip dari radarmanadoonline.com, BPJS diduga melakukan praktik kotor dengan mengalihkan lokasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau klinik pasien peserta, tanpa sepengetahuan pasien dan dokter keluarga.
Hal itu terungkap setelah ada beberapa pasien mempertanyakan alasan kepindahan lokasi pemeriksaan dokter atau klinik dan juga tempat mengambilan obat kronis, apotek.
” Kami kaget karena nama kami sudah tidak terdaftar di klinik dan dokter keluarga yang biasa kami kunjungi, obat pun harus di apotek lain,” kata sejumlah pasien yang minta identitas mereka disimpan.
Anehnya, sebuah sumber mengungkapkan bahwa hampir rata-rata pasien yang dipindahkan ke Klinik Kimia Farma Wanea.
Awalnya, menurut sumber dimaksud, peserta BPJS-nya sekitar 1700-an pada Agustus 2023, namun belakangan pada bulan Oktober 2023 telah menjadi 4000-an lebih.
” Fantastik kenaikannya,” kata sumber yang meminta namanya disimpan.
Padahal, ungkap dia, untuk menambah peserta sangat sulit sekali tapi bisa naik tajam pada FKTP tersebut.
Kimia Farma sendiri diketahui ada tiga pimpinan dengan bagian masing-masing bertanggungjawab.
Yakni, Kimia Farma apotek mengurusi apotek, Kimia Farma diagnostik mengurusi Klinik dan Laboratorium, Kimia Farma PBF mengurusi pendistribusian Obat-obatan.
” Asumsi kami ada pendekatan pimpinan KFD dengan pimpinan BPJS Kesehatan tapi di sini atau dari atas kami tidak tahu,” ketus sumber itu.
Pemerhati masalah sosial kemasyarakatan Terry Umboh melihat bahwa pasien peserta BPJS jadi korban permainan oknum yang terkait dengan data kepesertaan pasien. Dokter BPJS juga, dalam hal ini otomatis ikut jadi korban sebab secara emosional mereka selama ini yang menangani pasiennya justru dihadapkan dengan problem ini.
“Jelas mereka (dokter BPJS, red) yang tahu kondisi psikologis dan lama mengenal pasien yang dipindahkan,” kata dia.
Sumber tadi melanjutkan, pemindahan pasien itu bisa berakibat fatal.
” Masalahnya, ke dokter baru, riwayat penyakit dan riwayat kesehatannya harus lagi di cari tahu. Padahal, hampir semua pasien prolanis , karena sudah berusia lanjut,” sebut sumber tersebut.
Kepala BPJS Kesehatan Manado, drg. Betsy Roeroe, seperti berita media itu, sudah dihubungi namun pesan pendek belum dibaca.(dg)