BOLMONG,SULUTPOST-Beredarnya kabar bahwa Brigade Bogani bersama AMABOM akan menggelar kegiatan “Ritual” berupa memanjatkan doa kepada leluhur, dengan maksud untuk menjaga kelestarian hutan agar tidak rusak di wilayah Bolingongot (Bolmong-red), menuai pro/kontra dari berbagai kalangan.
Agenda Ritual tersebut, berdasarkan data yang di dapat oleh awak media, menjadi momen penuh makna dan magis bila kemudian dilakukan di Puncak Bolingongot, yang dijadwalkan pada Minggu, 8 Desember 2024.
Kabarnya pula bahwa Sekitar 400 anggota Brigade Bogani, sayap organisasi dari Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (AMABOM) Raya, akan mengikuti ritual adat tersebut.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni biasa. Di mana, bersama masyarakat Adat Toruakat, anggota Brigade Bogani akan memanjatkan “Oigum“ (sebuah permohonan kepada leluhur), dengan harapan mendapatkan restu dan perlindungan atas tanah warisan leluhur di Tanah Totabuan.
Ritual di Puncak Bolingongot ini melanjutkan jejak kegiatan serupa, yang sebelumnya digelar di Puncak Passi, Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), pada awal November lalu.
Menanggapi kabar tersebut, Budayawan Bolaang Mongondow Chairun Mokoginta ketika dimintai tanggapan menyampaikan, bahwa ritual itu adalah tradisi yang kemudian ada yang sudah tidak melakukan hal semacam itu dan ada pula yang masih menggunakan tradisi itu.
Menurutnya, ritual-ritual semacam itu tidak wajib di ikuti, tergantung siapa yang mau mengikutinya ya silakan. maka kalau ditanya kepada saya pribadi, apakah ritual itu perlu di ikuti, jawabannya tidak wajib. karena ritual itu harus jelas tujuannya apa dan siapa leluhur yang dimaksud.
“Dahulu ada namanya ritual “Monibi” yaitu ritual sebagai bentuk memanjatkan doa atas hasil panen dari rakyat, tapi kemudian ritual itu terjadi pertentangan di kalangan rakyat. sehingga pada masa tahun 1924, ritual itu telah ditiadakan, akibat bukan tradisi ritual adat Bolaang Mongondow. melainkan tradisi dari ritual adat daerah lain yang dibawah ke Bolaang Mongondow. tapi dikarenakan ada tatacara yang tidak sesuai, maka di kembalikan tradisi ritual tersebut ke daerah lain sebagai pemilik tradisi ritual tersebut,”ujar Chairun Mokoginta.
Chairun Mokoginta juga mempertanyakan ritual yang dimaksud itu ritual untuk tujuannya apa dan ke leluhur siapa? semua harus jelas maksud tujuan ritual maupun nama dari leluhur harus disebut, sehingga korelasi dari ritual itu jelas dan tidak menyesatkan.
“Ada beberapa proses ritual adat yang dahulu dilakukan di Bolaang Mongondow salah satunya adalah untuk proses pengobatan. yaitu, Ritual ‘Motayog’ dimana, ritual ini digunakan untuk pengobatan atau kesembuhan dari orang yang mengalami sakit.
Itupun kata Chairun Mokoginta, tidak semua penyakit bisa di obati lewat ritual itu. karena Leluhur bukanlah dijadikan sesembahan, mereka diciptakan, dan mereka hadir dari sang pencipta,”ujarnya.
Senada juga dikatakan oleh Tokoh Pemuda BMR. sebut saja Sehan Ambaru SH, dimana dirinya berharap pihak AMABOM juga tidak hanya melakukan ritual semacam itu di Bolingongot untuk meminta kelestarian alam dijaga oleh leluhur, karena dilokasi Bolingogot itu ada Perusahan Tambang Emas yang memiliki izin. melainkan juga ritual itu dilakukan di lokasi-lokasi lain yang tidak memiliki izin alias Ilegal. seperti Lokasi Potolo yang sudah rusak parah dan beberapa lokasi lainnya di Kecamatan Lolayan. sehingga tidak melahirkan pertanyaan besar ada apa dan apa tujuan dari ritual itu?
Perlu diketahui Ritual Motayog Adalah salah satu Kegiatan Adat Bolaang Mongondow yang sudah sangat tua diperkirakan kegiatan ini dilakukan oleh mayarakat sejak zaman Pemerintahan Punu’ Tadohe’/Sadohe’ sekitar Tahun 1600.
Dibawah ini ada beberapa ritual adat Bolaang Mongondow sebagai berikut;
Motayog ; Ritual untuk menyembuhkan orang sakit dengan bantuan roh leluhur. Upacara ini berlangsung selama dua hari, dengan hari pertama diisi dengan kerasukan dodutaan dan hari kedua diisi dengan ritual menari dan menyanyi.
Ritual Adat Mogama ; Upacara penjemputan mempelai wanita untuk menjadi bagian dari keluarga pihak laki-laki. Prosesi adat Mogama memiliki beberapa tahapan, di antaranya Tompangkoi in Gama’ (persiapan), Lampangan kon tutugan in lanag (melangkah ke tirisan atap), Lolanan kon tubig (menyeberang sungai), Poponikan kon tukad (menaiki tangga rumah), dan Lampangan kon tonom (melangkah ke pintu rumah).
Ritual Mongonow Kon Lipu;
Ritual pengobatan yang digelar di Desa Siniyung, Kecamatan Dumoga, Mongondow, Sulawesi Utara.(**)