BOLMONG,SULUTPOST-Viralnya video berdurasi 4 menit 33 detik di media sosial (Medsos), dimana tanpak salah satu oknum anggota DPRD Bolmong sebut saja I Nengah Sukarma, berdiri di atas panggung membagikan uang kepada warga, saat berlangsungnya kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati Yusra-Don, di Desa Mopugad, Kecamatan Dumoga Utara, Minggu 10 November 2024.
Menanggapi hal ini, Direktur Intelijen Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesi (LAKRI) Andi Riadhy, mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bolaang Mongondow, segera mengusut tuntas dugaan praktik bagi-bagi uang yang terjadi pada pelaksanaan kampanye salah satu paslon bupati dan wakil bupati bolmong tersebut.
Demikian hal itu disampaikan oleh Direktur Intelijen LAKRI Andi Riadhy, pada awak media, Selasa 12 November 2024 pagi tadi.
Dikatakan Andi Riadhy bahwa, tindakan atau perbuatan bagi-bagi uang kepada warga dalam pelaksanaan kampanye adalah bentuk pelanggaran pidana pemilu yang tidak bisa di tolelir. sehingga, iapun minta kepada bawaslu bolmong harus tegas mengusut tuntas dan menindak pelaku politik uang yang dimaksud.
“Sesuai ketentuan pasal 73 UU Nomor 10 tahun 2016, bahwa politik uang adalah pelanggaran pidana pemilu. sehingga jika ini terbukti, maka berpotensi pencalonan bisa dibatalkan oleh KPU,”kata Andy Riadhy.
Terpisah, Ketua Bawaslu Bolmong, Radikal Mokodompit saat di konfirmasi soal viralnya video bagi-bagi uang tersebut. dirinya menjawab, akan menelusuri informasi ini.
“Bawaslu akan melakukan penelusuran terkait hal-hal yang merusak tatanan demokrasi dan tentunya akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat,”tandas Ketua Bawaslu Bolmong Radikal Mokodompit.
Senada juga dikatakan oleh salah satu pimpinan Bawaslu Bolmong, Neila Montolalu, menyebutkan, bawaslu akan menelusuri indikasi bagi-bagi uang tersebut
Neila mengatakan, bagi bagi uang saat kampanye adalah pelanggaran pemilu.
“Jika terbukti, kami tidak akan ragu untuk menindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku,” pungkasnya.
Dikutip dari situs Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), politik uang (money politic) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
-Sanksi Pemberi dan Penerima Politik Uang ;
Sanksi bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Berikut bunyinya.
– Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
*Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016;
(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
– Ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan
*Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(**)