TOMOHON, SULUT POST – Rumah Sakit Umum BETHESDA yang berada di pusat Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara bergetar dalam tiga hari terakhir ini.
Pasalnya, ratusan pegawai Rumah Sakit yang dikelola oleh Yayasan “Medika” Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ini menunjukan kekecewaan mereka terhadap yayasan dengan menggelar demonstrasi.
Berdasarkan informasi yang dirangkum sulutpostonline.id, mereka demo karena geram, jabatan dari tiga direksi yang nantinya berakhir pada tahun 2024 tiba-tiba dicopot oleh yayasan.
Pada Kamis (13/01/2022), para pahlawan kemanusiaan ini dengan kompak dan terkoordinir melakukan perlawanan dengan menolak keras tindakan yang diduga diotaki oleh Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM ini. Ekstrimnya orasi dilakukan di depan Peti Mayat dan Krans Kematian.
Ketiga Direksi yang disingkirkan adalah Dirut dr. Ramon Amiman, Wakil Direktur Penunjang Medis dr. Maryo Moningka Sp, Rad dan Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan dr. Ellaine Wenur M.Kes.
Demo dengan massa lebih banyak dilanjutkan pada Kamis (14/01/2022). Sejak pagi, lebih dari separuh dari pegawai RS Bethesda yang berjumlah hampir 400 orang sudah berjaga di RS Swasta terkemuka di Kota Bunga Tomohon tersebut.
Sekitar pukul 09.00 WITA, rombongan BPMS, Yayasan Medika dan para Direksi pengganti yang dipimpin langsung oleh Ketua Sinode GMIM Pdt. DR. Hein Arina, MTh tiba. Kedatangan mereka disambut dengan kertakan gigi dan orasi penolakan yang bergelombang.
Melihat kengototan massa yang terus melakukan tekanan argumen yang disertai data dan fakta yang sangat menohok, rombongan langsung bergegas menghindar ke lantai atas yang terjaga ketat.
Kendati demikian, pihak Kepolisian Resort (Polres) Tomohon yang dibantu oleh Polisi Pamong Praja (Pol-PP) Pemkot Tomohon tidak dibuat repot, karena massa yang besar tidak melakukan tindakan yang mengancam keamanan.
Bidang Humas Franny Walangitan dan Kepala Sub Bagian Pemeliharaan dan Perawatan RS Bethesda Henry Wenas mengatakan, aksi penolakan muncul secara otomatis karena pergantian yang mendadak dan tanpa peringatan.
“Ini aksi yang muncul karena pergantian yang tiba-tiba. Dasar pergantian tidak dijelaskan. Tiga direksi yang diganti, baru dilantik pada Oktober 2020 dan nanti berakhir pada tahun 2024,” ujar keduanya.
Merespon tuntutan demonstran soal alasan penggantian, Plt Direktur Utama yang ditunjuk oleh BPMS, dokter Yuanita A. Langi, SP nekat tampil memberikan klarifikasi.
Dibarengi oleh teriakan-teriakan penolakan bahkan pengusiran, dokter Yanti menjelaskan, pihak Yayasan sudah melayangkang 2 kali Surat Peringatan (SP). Beberapa penjelasan yang terkesan dipaksakan untuk dijadikan alasan justru disambut dengan cibiran dan bentakan.
“Setoran RS Bethesda itu tidak diam di Kas Yayasan, tapi disetor ke Sinode untuk menutupi gaji Pendeta, guru Agama atau gaji pelayan gereja,” ungkap Langi yang juga merangkap Sekretaris Yayasan Medika.
“Dana-dana itu juga dipakai untuk membangun Rumah Sakit GMIM di Langowan,” tambah Langi.
Penjelasan Langi yang memang banyak diabaikan oleh massa, makin hancur setelah Natalia Kaligis, perwakilan Karyawan membacakan kronologis persoalan.
Terungkap disini, bahwa dana sentralisasi yang kerap dirubah oleh Yayasan/Sinode menjadi pemantik awal skenario penggantian.
“Pada Januari 2021, dalam rapat Yayasan dan RS, diputuskan setoran Rp. 270.633.000/bulan atau 3,25 miliar tiap tahun. Tapi 2 bulan kemudian yaitu Maret 2021, sentralisasi atau setoran naik menjadi 350.000 juta/bulan,” kata Natalia.
“Pada Garis besar uraian Direksi yang dibaca Natalia, tersirat skenario penggiringan angka-angka setoran yang sangat kasar, yang kemudian sukses menyudutkan para Direksi yang ingin bekerja lurus,” ungkap Johny Wowor, salah satu Penatua GMIM.
Kepada wartawan, banyak pegawai RS Bethesda yang berjanji siap membela atasan mereka meskipun terancam.
“Pak Dirut dr. Amiman telah membangun Bethesda yang waktu lalu sudah sangat parah. Direksi sebelumnya meninggalkan banyak hutang dan pelayanan yang sangat miris. Tapi kenapa Sinode tega mengganti mereka. Saya siap mati-matian menolak putusan jahat ini,” ungkap Fanny Oroh.
“Kami semua sudah sepakat, siap bertahan sampai mati, karena dapur kami disini. Sekaligus kita lawan mereka-mereka yang mengaku pelayan gereja tapi sudah bertindak jahat,” kata Jois dan Sherly.
(Joppy Wongkar)