Tradisi Meludan di Kampung Jawa Tondano JATON Minahasa

Minahasa

Dilaporkan oleh : Hamzah Alo Tahyeb

MINAHASA,sulutpostonline.id – Bagi masyarakat Jawa Tondano  (Jaton) perayaan Maulid Nabi Muhammad merupakan hari istimewa yang dimeriahkan dengan bacaan shalawat yang diiringi rebana di masjid-masjid.

Mereka mengenal dua kegiatan dalam perayaan Nabi Muhammad ini, Meludan Wengi dan Meludan Awan atau lebih dikenal dengan sebutan Meludan Mburi atau akhir.

Suasana saat meludan mburi di masjid Agung Al Falah Kyai Modjo

Meludan wengi biasanya dilakukan dengan membaca shalawat jawa di masjid oleh pemuka agama dan masyarakat jaton.

Meludan wengi ini dilakukan selepas shalat isya, mereka membaca Riwayat Nabi Muhammad sebagai manusia yang harus diteladani.

Bacaan-bacaan ini diiringi dengan terbang atau rebana besar, irama bacaan shalawat dan tabuhan rebananya yang khas.

Memainkan alat musik ini berlangsung semalam suntuk, puji-pujian terus dilantunkan oleh masyarakat bergantian secara berkelompok. Masyarakat yang memiliki kelebihan bisa membawa makanan ke masjid untuk disantap bersama.

Ini merupakan tradisi warisan tradisi dari para Mbah dulu-dulu yang hidup di Jawa, kemudian mereka diasingkan ke Tondano.

Sepekan setelah meludan wengi, masyarakat jawa tondano akan menggelar meludan mburi. Meludan mburi ini lebih meriah karena melibatkan banyak orang. Masing-masing keluarga akan membawa anca, semacam anyaman bambu yang berisi nasi, sayur, serundeng, engkong (ayam panggang) untuk disantap warga setelah berdoa bersama di masjid. Masyarakat yang hadir di masjid juga membawa makanan ini untuk keluarga di rumah, dengan istilah membawa berkat.

Wadah sayuran dan lauk dalam anca ini dibuat dari daun pisang, disajikan dalam satu paket yang siap dihidangkan untuk disantap bersama warga Jawa Tondano.

Meludan mburi ini menjadi momen berkumpulnya warga Jawa Tondano untuk bersama-sama memeriahkan perayan maulid Nabi Muhammad.

Prosesi perayaan meludan wengi dan meludan mburi ini dipimpin oleh seorang imam masjid yang di pusatkan di masjid Agung Al Falah Kyai Modjo.

Meludan mburi ini banyak dimanfaatkan warga Jaton yang berada di luar kampung jawa untuk pulang ke kampung, mereka bertemu sanak saudara dan saling bersilaturahmi.

Engkong Ayam Bakar yang ciri khas bumbu jaton 

Momentum meludan mburi ini merupakan perayaan yang kerap menjalin erat tali silaturrahim, menjaga tradisi kearifan lokal sebagai pelengkap keanekaragaman budaya nasional untuk Indonesia yang cerdas dan bermartabat.

Kegiatan meludan di jaton ini sudah menjadi agenda tetap setiap tahun bahkan pemerintah kabupaten minahasa sudah mengagendakan sebagai tradisi budaya yang perlu di jaga karena sebagai kekuatan kearifan lokal di tanah minahasa.

Masyarakat Jawa Tondano merupakan anak keturunan Kiyai Mojo dan para pengikutnya yang berjumlah 63 orang dibuang Pemerintah Hindia Belanda ke Tondano setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro.

Para laskar Perang Jawa ini meninggalkan keluarganya di tanah kelahiran. Di lokasi pembuangannya mereka menikahi gadis anak para pemimpin negeri (walak) Minahasa.

Keturunan mereka inilah yang kemudian menamakan diri sebagai masyarakat Jawa Tondano (Jaton). (*/Alo Thayeb).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *